BELAJAR MARI BELAJAR


wellcome   WELLCOME   wellcome    WELLCOME   wellcome   WELLCOME


Cara Mendeteksi Gejala dan Kerusakan Pada Komputer

Untuk mengenali gejala kerusakan pada komputer setidaknya dapat dikategorikan menjadi 2 bagian:
  • Kerusakan pada Hardware
  • Kerusakana pada Software
Untuk kasus kerusakan pada software anda dapat menginstall ulang driver pada hardware yang bersangkutan. Berikut ini adalah beberapa cara mengenali kerusakan pada komputer beserta gejala dan cara mengenalinya.
-

Cara Mengenali Kerusakan Pada Power Supply

Cara mengenali gejala kerusakan pada power supply
Gejala:
  1. Komputer tidak merespon pada saat tombol power dinyalakan.
  2. LED pada CPU tidak menyala.
  3. Kipas Fan pada powersupply (lihat pada bagian belakang) tidak berputar.
  4. Monitor tidak menyala.
Diagnosa:
Pastikan agar kabel power supply terhubung dengan baik ke socket motherboard dan tombol On/Off dalam keadaan On (tidak semua model Power supply ada tombol on/off). Jika semua dalam keadaan normal cobalah untuk mengganti kabel power yang terhubung langsung dengan listrik dengan kabel power komputer lain yang masih baik. Jika tetap tidak menyala maka anda dapat mengganti power supply baru.
Tambahan:
Jika kerusakan hanya terjadi pada power supply, maka komputer anda akan kembali menyala seperti sedia kala terkecuali terdapat kerusakan pada komponen lainnya seperti pada Motherboard, VGA card atau Memory RAM.

Cara Mengenali Kerusakan Pada Motherboard

Cara mengenali kerusakan pada motherboard
Gejala:
  1. Tidak ada gambar pada monitor ketika dinyalakan. (lampu LED berkedip)
  2. Lampu LED pada CPU menyala.
  3. Kipas Power Suppy dan processor tetap berputar.
  4. Tidak terdengar suara beep pada saat dinyalakan.
Diagnosa:
Lepaskan semua kabel yang terhubung dengan listrik seperti kabel power supply dan monitor. Kemudian bukalah casing CPU anda dan lepaskan kabel yang menghubungkan power supply dengan motherboard (core cable)  bawa ketempat terang dan perhatikan pada bagian Chip (IC), transistor, Elko, Bios CMOS dsb apakah terdapat tanda seperti kehitaman atau bercak keputihan? Umumnya kerusakan pada motherboard adalah terjadinya aus atau juga terbakarnya komponen-komponen kecil yang disebutkan diatas.

Cara Mengenali Kerusakan Pada Hard disk

Cara-Mendeteksi-Gejala-dan-Kerusakan-Pada-Komputer
Gejala:
  1. Sering muncul pesan error pada saat mengkopi file seperti bad sector dsb. (gejala awal)
  2. Pada saat booting terdapat pesan “disk error, disk failure” setelah itu terdapat pesan “Press F1 to Continue“. Bila menekan F1 berikutnya akan muncul pesan “Operating system not found
Diagnosa:
  1. Terdapat banyak sebab terjadinya bad sector seperti voltase yang tidak stabil yang menyebabkan putusnya aliran listrik secara tiba-tiba atau sesaat yang secara kebetulan terjadi pada saat komputer sedang membaca data/harddisk.Terdapat 2 jenis bad sector yaitu physical dan software. Anda dapat mencoba untuk mendiagnosa dengan menggunakan software terlebih dahulu seperti Bad Sector Remover, HDD Bad Sector Repair dsb.
  2. Untuk mendiagnosa kerusakan bad sector secara physical, periksa kabel power harddisk dan kabel data yang terhubung dengan hard disk secara langsung. Cobalah utuk mencabut dan mengencangkan kembali kabel tersebut dan ganti dengan kabel lain yang masih berfungsi baik. Bila tetap tidak menyala cobalah bawa harddisk anda ke ahli recovery data untuk menyelamatkan data anda sebelum membeli harddisk baru.
Gejala 2:
Pada saat dinyalakan muncul pesan “Operating system not found
Solusi:
Ada kemungkinan terjadi kerusakan pada operating system yang ada pakai. Biasanya terjadi file corrupt. Cobalah melakukan repair dengan menggunakan CD/DVD Windows anda atau menginstal ulang OS anda.

Cara Mengenali Kerusakan Pada VGA Card

Cara mengenali kerusakan pada VGA Card
Gejala:
  1. Gambar menunjukkan bayangan / warna warni yang mengganggu pemandangan (gejala awal)
  2. PC menyala tapi monitor tidak ada gambar (lampu LED berkedip)
Diagnosa:
Cobalah untuk menyalakan PC anda, lalu lepas kabel yang menghubungkan monitor dengan VGA anda. Umumnya kerusakan pada VGA dapat dikenali apabila monitor tidak menyala pada saat kabel terhubung dan akan menyala dengan tulisan “No Signal” pada saat kabel dilepaskan dari VGA.

PEDOMAN HIDUP


wellcome   WELLCOME   wellcome    WELLCOME   wellcome   WELLCOME

BELAJARLAH DARI CERITA DI BAWAH INI :

ARJUNA
Arjuna (Sanskerta: अर्जुन; Arjuna) adalah nama seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia dikenal sebagai sang Pandawa yang menawan parasnya dan lemah lembut budinya. Ia adalah putra Prabu Pandudewanata, raja di Hastinapura dengan Dewi Kunti atau Dewi Prita, yaitu putri Prabu Surasena, Raja Wangsa Yadawa di Mandura.
Arjuna merupakan teman dekat Kresna, yaitu awatara (penjelmaan) Batara Wisnu yang turun ke dunia demi menyelamatkan dunia dari kejahatan. Arjuna juga merupakan seorang yang sempat menyaksikan "wujud semesta Kresna" menjelang perang Bharatayuddha berlangsung. Ia juga menerima ajaran Bhagawadgita atau "Nyanyian Dewata", yaitu wejangan suci yang disampaikan oleh Kresna kepadanya sesaat sebelum perang Bharatayuddha berlangsung karena Arjuna mengalami keragu-raguan untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang Ksatria dimedan perang.

Arjuna dalam Bharatayuddha

Abimayu dan Arjuna
Abimanyu dan Arjuna. Lukisan dari Maharashtra, dibuat sekitar abad ke-19.
Dalam pertempuran di Kurukshetra, atau Bharatayuddha, Arjuna bertarung dengan para kesatria hebat dari pihak Korawa, dan tidak jarang ia membunuh mereka, termasuk panglima besar pihak Korawa yaitu Bisma. Di awal pertempuran, Arjuna masih dibayangi oleh kasih sayang Bisma sehingga ia masih segan untuk membunuhnya. Hal itu membuat Kresna marah berkali-kali, dan Arjuna berjanji bahwa kelak ia akan mengakhiri nyawa Bisma. Pada pertempuran di hari kesepuluh, Arjuna berhasil membunuh Bisma, dan usaha tersebut dilakukan atas bantuan dari Srikandi. Setelah Abimanyu putra Arjuna gugur pada hari ketiga belas, Arjuna bertarung dengan Jayadrata untuk membalas dendam atas kematian putranya. Pertarungan antara Arjuna dan Jayadrata diakhiri menjelang senja hari, dengan bantuan dari Kresna.
Pada pertempuran di hari ketujuh belas, Arjuna terlibat dalam duel sengit melawan Karna. Ketika panah Karna melesat menuju kepala Arjuna, Kresna menekan kereta Arjuna ke dalam tanah dengan kekuatan saktinya sehingga panah Karna meleset beberapa inci dari kepala Arjuna. Saat Arjuna menyerang Karna kembali, kereta Karna terperosok ke dalam lubang (karena sebuah kutukan). Karna turun untuk mengangkat kembali keretanya yang terperosok. Salya, kusir keretanya, menolak untuk membantunya. Karena mematuhi etika peperangan, Arjuna menghentikan penyerangannya bila kereta Karna belum berhasil diangkat. Pada saat itulah Kresna mengingatkan Arjuna atas kematian Abimanyu, yang terbunuh dalam keadaan tanpa senjata dan tanpa kereta. Dilanda oleh pergolakan batin, Arjuna melepaskan panah Rudra yang mematikan ke kepala Karna. Senjata itu memenggal kepala Karna.
Babruwahana bertarung dengan pasukan Arjuna. Lukisan dari Maharashtra, dibuat sekitar abad ke-19.

Kehidupan setelah Bharatayuddha

Tak lama setelah Bharatayuddha berakhir, Yudistira diangkat menjadi Raja Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Untuk menengakkan dharma di seluruh Bharatawarsha, sekaligus menaklukkan para raja kejam dengan pemerintahan tiran, maka Yudistira menyelenggarakan Aswamedha Yadnya. Upacara tersebut dilakukan dengan melepaskan seekor kuda dan kuda itu diikuti oleh Arjuna beserta para prajurit. Daerah yang dilalui oleh kuda tersebut menjadi wilayah Kerajaan Kuru. Ketika Arjuna sampai di Manipura, ia bertemu dengan Babruwahana, putra Arjuna yang tidak pernah melihat wajah ayahnya semenjak kecil. Babruwahana bertarung dengan Arjuna, dan berhasil membunuhnya. Ketika Babruwahana mengetahui hal yang sebenarnya, ia sangat menyesal. Atas bantuan Ulupi dari negeri Naga, Arjuna hidup kembali.
Tiga puluh enam tahun setelah Bharatayuddha berakhir, Dinasti Yadu musnah di Prabhasatirtha karena perang saudara. Kresna dan Baladewa, yang konon merupakan kesatria paling sakti dalam dinasti tersebut, ikut tewas namun tidak dalam waktu yang bersamaan. Setelah berita kehancuran itu disampaikan oleh Daruka, Arjuna datang ke kerajaan Dwaraka untuk menjemput para wanita dan anak-anak. Sesampainya di Dwaraka, Arjuna melihat bahwa kota gemerlap tersebut telah sepi. Basudewa yang masih hidup, tampak terkulai lemas dan kemudian wafat di mata Arjuna. Sesuai dengan amanat yang ditinggalkan Kresna, Arjuna mengajak para wanita dan anak-anak untuk mengungsi ke Kurukshetra. Dalam perjalanan, mereka diserang oleh segerombolan perampok. Arjuna berusaha untuk menghalau serbuan tersebut, namun kekuatannya menghilang pada saat ia sangat membutuhkannya. Dengan sedikit pengungsi dan sisa harta yang masih bisa diselamatkan, Arjuna menyebar mereka di wilayah Kurukshetra.
Setelah Arjuna berhasil menjalankan misinya untuk menyelamatkan sisa penghuni Dwaraka, ia pergi menemui Resi Byasa demi memperoleh petunjuk. Arjuna mengadu kepada Byasa bahwa kekuatannya menghilang pada saat ia sangat membutuhkannya. Byasa yang bijaksana sadar bahwa itu semua adalah takdir Yang Maha Kuasa. Byasa menyarankan bahwa sudah selayaknya para Pandawa meninggalkan kehidupan duniawi. Setelah mendapat nasihat dari Byasa, para Pandawa spakat untuk melakukan perjalanan suci menjelajahi Bharatawarsha.

HAK CIPTA


wellcome   WELLCOME   wellcome    WELLCOME   wellcome   WELLCOME


Hak cipta

Lambang hak cipta.
Hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).

 


 

 

Sejarah hak cipta di Indonesia

Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia[1]. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997[2].

Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta

Hak eksklusif

Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
  • membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
  • mengimpor dan mengekspor ciptaan,
  • menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
  • menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
  • menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun"[2].
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).

Hak ekonomi dan hak moral

Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan[2]. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.

Perkecualian dan batasan hak cipta

Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use atau fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri[2].

Hak cipta foto umumnya dipegang fotografer, namun foto potret seseorang (atau beberapa orang) dilarang disebarluaskan bila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret. UU Hak Cipta Indonesia secara khusus mengatur hak cipta atas potret dalam pasal 19–23.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan "yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum" (pasal 17)[2]. ketika orang mengambil hak cipta seseorang maka orang tersebut akan mendapat hukuman yang sesuai pada kejahatan yang di lakukan
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa). Di Amerika Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak peduli tanggalnya, berada dalam domain umum, yaitu tidak berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Dampak Pelangaran Hak Cipta
Adapun beberapa dampak dari hak cipta :
  • Menimbulkan sikap saling acuh antara pencipta dengan pembajak
  • merugikan baik secara materil dan imateril kepada pencipta
  • menimbulkan terjadinya penurunan minat dari masyarakat ke pada produk asli dan lebih memilih produk bajakan yg harganya jauh lebih murah dari produk aslinya

Pendaftaran hak cipta di Indonesia

Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran[2]. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan[1]. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]]. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
Jenis – Jenis pelanggaran hak cipta dan cara menangulangi pelanggaran hak cipta
Adapun beberapa jenis pelanggaran hak cipta antara lain:
  • Membajak
  • Mengkopi / menyalin ciptaan hak cipta
  • mengadaptasi ciptaan orang lain untuk dibuat hak cipta baru
  • dll
beberapa cara untuk menangulangi  pelanggaran hak cipta:
  • dibuatnya undang oleh pemerintah tentang hak cipta
  • dibentuknya Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran HKI oleh pemerintah yang pada pokoknya bertugas merumuskan kebijakan nasional penanggulangan pelanggaran HKI, menetapkan langkah-langkah nasional dalam menanggulangi pelanggaran HKI, serta melakukan koordinasi sosialisasi dan pendidikan di bidang HKI guna penanggulangan pelanggaran HKI.
  • dll

Contoh Kasus-kasus Pelanggaran Hak Cipta

Kasus  dalam  UU. HAKI
Beberapa kasus dibawah sudah didiskusikan dalam Perkuliahan MK HAKI Magister Hukum Bisnis UGM.walaupun masih banyak perdebatan panjang dan masih kontrofersial.
  1. PT. A sebuah perusahaan yang bergerak dibidang rekayasa genetika, berlangganan jurnal-jurnal asing dengan tujuan menyediakan fasilitas referensi kepada para penelitinya. Kebijakan PT. A tersebut berkaitan dengan research and depelopment (R&D)yang dilakukan oleh PT. A untuk memperoleh produk-produk yang unggul.
Salah  satu jurnal asing tersebut adalah science and technology yang diterbitkan oleh PT.B. PT. B adalah penerbit asing yang ada di Indonesia diwakili oleh agen penjualan khusus. Untuk mempermudah penggunaan referensi tersebut, para peneliti memperbanyak/ menggandakan artikel-artikel dsalam science dan tecknology tersebut dan membuat dokumentasi berdasarkan topik-topik tertentu. PT. B mengetahui perbanyakan yang dilakukan oleh para peneliti PT. A, dan PT. B berpendapat bahwa perbanyakan yang dilakukan oleh para peneliti PT. A telah melanggar hak cipta.



Permasalahan yg timbul dari kasus di atas:
Melakukan identifikasi dan analisis terhadap kasus diatas, untuk menjelaskan isu manakah dalam hak cipta yang merupakan isu utamakasus diatas yang dapat menjawab ada atau tidaknya pelanggaran hak cipta.

Jawaban :
Identifikasi dalam kasus di atas adalah,
      PT. A adalah perusahaan yang bergerak dibidang penyediaan referensi untuk para penelitinya untuk pengembangan pendidikan.
      PT. B adalah perusahaan yang memuat ilmu pengetahuan yang bisa dijadikan referensi ilmu pengetahuan.
      PT. B adalah perusahaan asing yang di Indonesia hanya diwakili oleh agen penjualan khusus.
Isu utama dalam kasus di atas adalah,
Penggandaan/ perbanyakan artikel-artikel dalam science and technology dyang diterbitkan PT. B oleh para peneliti PT. A untuk menghasilkan produk-produk unggul yang dalam melakukan penggandaan/ perbanyakan tersebut dengan dokumentasi pada topic-topik tertentu.
Analisa terhadap kasus diatas yang hubungannya dengan ada tidaknya pelanggaran hak cipta adalah, dalam kasus diatas menurut saya ada kemungkinan kasus diatas terjadi pelanggaran hak cipta, tapi juga bisa dimungkinkan tidak ada pelanggaran hak cipta. Dalam kasus ini cukup rumit, dimana penggandaan atau memperbanyak hak cipta untuk kepentingan komersial yaitu menghasilkan produk-produk unggul oleh PT. A adalah pelanggaran hak cipta, tapi apabila penggandaan atau memperbanyak dilakukan untuk kepentingan penelitian demi berkembangnya keilmuan menurut peraturan perundang-undangan di benarkan dengan cara memberikan catatan/ dokumentasi dari mana sumbernya. Penggandaan atau memperbanyak artikel-artikel diatas untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan memberikan catatan sumbernya serta hal itu tidak merugikan
pihak lain, maka tindakan dari para peneliti PT. A dapat dibenarkan oleh perundang-undangan. Hal ini bisa dilhat dalam pasal 15 huruf a UU. No 19 tahun 2002.
Tapi dari kedua pendapat tersebut menimbulkan celah hukum bagi pihak-pihak untuk melakukan interpretasi hukum demi kepentingannya sendiri. Pengacara dari Pihak PT A akan dengan mudah memberikan alasan hukum bahwa kliennya dalam posisi dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.Tapi pihak PT. B  akan merasa dirugikan  dengan apa yg dilakukan oleh PT. A, karena secara material sangat merugikan oleh apa yg dilakukan oleh PT. A. dan ini bisa dilihat dari apa yang dilakukan oleh PT. A untuk kepentingan produk-produk unggulan mereka yang ujung-ujungnya adalah kepentingan komersialisasi, kepentingan pendidikan yg berkedok kepentingan penelitian dan keilmuan. bisa dlihat dalam pasal 72 UU No.19 tahun 2002.

  1. PT. Hikayat Indah (PT.HI) menerbitkan buku  kumpulan cerita rakyat untuk anak-anak dalam bahasa Indonesia. Buku itu dijual secara luas di masyarakat. Setahun kemudian, PT. Dongeng Abadi (PT.DA) juga menerbitkan buku kumpulan serupa. Judul buku dan perwajahan PT.DA mirip dengan buku PT.HI, susunan cerita keduanya tidak sama, dan dalam buku PT.DA terdapat ilustrasi gambar sementara di buku terbitan PT .HI tidak ada. PT. HI tidak mendaftarkan ciptaannya ke Direktorat jenderal HKI. PT. HI berniat menggugat PT. DA dengan alasan PT. DA melanggar hak ciptanya.

Permasalahan :
      Menurut Anda apakah terjadi pelanggaran hak cipta dalam kasus di atas dan apa yang harus Anda perhatikan untuk menentukan ada atau tidaknya pelanggaran hak cipta dalam kasus di atas? Berikan analisis Anda.
      Jelaskan apakah fakta tidak didaftarkannya ciptaan PT. HI mempengaruhi posisi PT. HI tentang kepemilikan hak cipta dalam kasus di atas. Berikan analisis Anda.

Jawaban :
a.  Kasus diatas telah terjadi pelanggaran hak cipta. Hal ini dikarenakan adanya kemiripan hak cipta berupa judul buku dan perwajahan yang diterbitkan oleh PT. DA dengan yang diterbitkan oleh  PT. HI  dan sudah menimbulkan ketidak nyamanan oleh PT. HI sebagai penerbit buku lebih awal dengan judul dan perwajahan yg sama oleh oleh PT. DA.
Identifikasi adanya pelanggaran hak cipta adalah sebagai berikut,
1.  Menurut pasal 11 ayat 2 UU. No 19/ 2002, menyebutkan bahwa ciptaan yang telah diterbitkan hak ciptanya dipegang oleh penerbit. Artinya PT. HI memegang hak cipta atas buku  kumpulan cerita rakyat untuk anak-anak dalam bahasa Indonesia tersebut.
2.  Adanya   kesamaan  Judul buku  dan  perwajahan  buku  yang  diterbitkan oleh  PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI.
3.   Pelanggaran hak cipta  tidak harus terjadi  secara  keseluruhan  tetapi juga terjadi apabila ada kesamaan sebagian.
4.   Pelanggaran hak cipta berupa  kesamaan Judul buku dan perwajahan buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI. adalah kesamaan inti dari sebuah hak cipta.
5.   Adanya kesamaan Judul buku dan perwajahan  buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI. tanpa adanya komunikasi dan kontrak oleh pihak PT. DA kepada pihak PT. HI sebagai pemegang hak cipta buku yang  Judul buku dan perwajahan buku yang sama tersebut.
b.  Fakta tidak didaftarkannya ciptaan  PT. HI secara hukum tidak mempengaruhi posisi PT. HI tentang kepemilikan hak cipta. Karena hak cipta :
      1.  Perlindungan  hukum  hak cipta  dengan  secara otomatis  saat  ekspresi  terwujud atau lahir tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan sesuai pasal 2 ayat 1 UU No.19 Tahun 2002.
      2. Tanpa pendaftaran, pendaftara hanya sebagai  sarana  pembuktian kepemilikan sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 12 ayat 2 & 3 pasal 35 ayat 4 UU No.19 Tahun 2002.
      3.  Pembuktian  oleh  pengadilan  bisa dilakukan  dengan  proses  cetak  dan penggunakan awal oleh publik/ masyarakat. Dimana masyarakat sudah menikmati hasil hak cipta terbitan buku oleh PT. HI. Walaupun ini akan membutuhkan ekstra perjuangan oleh pihak PT. HI untuk memberikan pembuktian akan kepemilikan hak cipta dari buku terbitannya.



Hukum Paten
Perumusan Masalah :
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut:
1.   Bagaimana perlindungan hukum terhadap penemu di bidang teknologi di Indonesia?
2.   Bagaimana upaya hukum yang dapat ditempuh oleh penemu apabila terjadi pelanggaran terhadap penemuan di bidang teknologi?
3.   Bagaimana penyelesaiannya jika terjadi pelanggaran penemuan di bidang teknologi?

Penyelesaian masalah :
Setiap penemuan di bidang teknologi pada dasarnya dapat diberi paten. Untuk mendapatkan paten maka sebuah penemuan harus didaftarkan di Kantor Paten. Dengan telah didaftarkannya penemuan itu maka akan diberikan perlindungan hukum terhadap penemuan tersebut dari pelanggaran oleh orang lain yang tidak berhak. Namun tidak semua penemu mempunyai kesadaran untuk mendaftarkan penemuannya. Hal ini banyak disebabkan karena ketidaktahuan penemu bahwa dengan tidak didaftarkannya penemuannya, maka perlindungan hukum yang diberikan kepada penemuannya tidak bisa maksimal. Dalam arti bahwa terhadap orang yang melanggar penemuan tersebut tidak akan dapat diberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Karena ia dapat saja berkelit bahwa dia tidak tahu bahwa penemuan itu adalah milik orang lain, karena penemuan itu tidak mempunyai paten.
Setelah sebuah penemuan didaftarkan, maka kepada penemuan tersebut diberi nomor register paten yang dimuat di dalam Daftar Paten. Dengan telah didaftarkannya panemuan di dalam Daftar Paten ini maka kepada penemu diberikan perlindungan yang maksimal kepada penemu. Dalam arti apabila terjadi pelanggaran paten terhadap penemuan tersebut maka kepada pelakunya dapat diberikan sanksi yang tegas sebagaimana di atur di dalam UU No. 14 Th. 2001.
Pendaftaran paten menganut sistem konstitutif, artinya bahwa orang yang pertama kali mendaftarkan penemuan dianggap sebagai penemu (Prakoso, 2001: 45). Oleh karena itu kepada setiap penemu yang telah selesai penemuannya hendaknya sesegera mungkin mendaftarkan penemuannya. Hal ini untuk mengantisipasi adanya orang lain yang menyabotase penemuan itu dengan cara mendaftarkannya sebagai penemuan miliknya sendiri. Apabila hal ini terjadi maka untuk dapat mengembalikan paten penemuan itu kepada penemu yang sebenarnya, maka penemu yang sebenarnya harus dapat membuktikan bahwa penemuan itu memang benar-benar miliknya. Proses pembuktian ini sulit serta memakan waktu dan biaya. Untuk menghindari terjadinya hal semacam itu, maka penemu harus sesegera mungkin mendaftarkan penemuannya.
Di dalam praktek yang dianut secara luas oleh bangsa-bangsa di dunia hak paten diakui sebagai hak milik yang tidak berwujud. Sebagai suatu hak, sebagian atau seluruh hak paten dapat dialihkan kepada orang lain. Cara yang dapat ditempuh untuk mengalihkan paten adalah melalui pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian atau cara lain yang dibenarkan oleh undang-undang (Pasal 66 ayat (1) UU No. 14 Th. 2001).
Cara pengalihan paten melalui perjanjian lazim dikenal dengan lisensi. Lisensi adalah (Djumhana dan Djubaedillah, 2002: 25):
“Pengalihan seluruhnya atau sebagian hak penemu yang berupa hak untuk membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten dan juga menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya.”
Tindakan-tindakan “…….membuat, menjual, mengimpor, menyewakan,……”disebut sebagai tindakan melaksanakan penemuan. Setiap orang yang ingin melaksanakan penemuan sebelumnya harus mendapat izin terlebih dahulu dari penemu yang memegang paten penemuan itu. Jika seseorang telah melaksanakan penemuan tanpa meminta izin terlebih dahulu dari penemu atau pemegang paten, maka dikatakan bahwa orang itu telah melakukan pelanggaran paten. Terhadap orang yang melakukan pelanggaran paten ini dapat dikenai hukuman sebagaimana diatur di dalam UU No. 14 Th. 2001 .
Perlindungan hukum terhadap invensi yang dipatenkan diberikan untuk masa jangka waktu tertentu. Selama masa jangka waktu tertentu, penemunya dapat dilaksanakan sendiri Invensinya atau menyerahkan kepada orang lain untuk melaksanakan, baru setelah itu Invensi yang dipatenkan tersebut berubah menjadi milik umum atau berfungsi sosial. Masa jangka waktu perlindungan hukum terhadap paten ini dicantumkan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 yang menyatakan, bahwa paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang. Berbeda dengan ketentuan yang lama, masa jangka waktu perlindungan hukum paten selama 14 (empat belas) tahun terhitung sejak penerimaan permintaan paten dan dapat diperpanjang lagi satu kali untuk masa jangka waktu selama 2 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 43 Undang-Undang Paten Nomor 7 Tahun 1989.
Perhitungan masa jangka waktu perlindungan hukum terhadap paten tersebut, dimulai sejak tanggal penerimaan. Sejak tanggal penerimaan paten inilah dilakukan perhitungan perlindungan paten tersebut harus dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten. Kewajiban ini menyatakan, bahwa: tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dan diumumkan. Dalam ayat ini dan dalam ketentuan-ketentuan selanjutnya dalam undang-undang ini adalah dicatat dalam Daftar Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten. Di negara-negara yang sudah maju ekonominya umumnya paten diberikan untuk jangka waktu antara 15 tahun.
Dengan adanya batas waktu tertentu dari perlindungan hukum yang diberikan kepada paten penemuan, maka setelah berakhirnya jangka waktu tersebut, maka penemuan tersebut menjadi milik umum. Dalam arti bahwa setelah selesainya jangka waktu perlindungan yang diberikan, maka setiap orang berhak untuk melaksanakan penemuan itu tanpa harus meminta lisensi terlebih dahulu dari penemu atau pemegang paten.
Dalam Undang-undang Paten yang baru ini, penyelesaian sengketa paten dapat dilakukan melalui proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan, di samping proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Proses pengadilan dalam menyelesaikan suatu sengketa pada umumnya akan memakan waktu yang lama dan biaya yang besar. Mengingat sengketa paten berkaitan erat dengan masalah perekonomian dan perdagangan yang harus tetap berjalan, penyelesaian sengketa paten dapat dilakukan melalui Arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa, selain relatif lebih cepat, biayanya pun lebih ringan. Demikian pula dalam Undang-undang Paten yang baru ini, penyelesaian perdata di bidang paten tidak dilakukan di Pengadilan Negeri, tetapi dilakukan di Pengadilan Niaga.
Jika pemegang paten atau penerima lisensi mendapati invensi yang dimilikinya diberikan atau digunakan orang lain yang tidak berhak, dapat menggugat hal tersebut ke Pengadilan Niaga sebagaimana diatur dalam Pasal 117 sampai dengan Pasal 124 Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001.
(1)        Jika suatu Paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak berdasarkan Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, pihak yang berhak atas Paten tersebut dapat menggugat kepada Pengadilan Niaga.
(2)        Hak menggugat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) berlaku surut sejak Tanggal Penerimaan.
(3)        Pemberitahuan isi putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada para pihak oleh Pengadilan Niaga paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan.
(4)        Isi putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat dan diumumkan oleh Direktorat Jenderal.
Dari pasal 117 ini, seseorang yang berhak atas paten berdasarkan Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, tetapi diberikan kepada pihak lain yang tidak berhak, pihak yang merasa berhak dapat menggugat orang lain yang telah diberikan paten tersebut ke Pengadilan Niaga. Selanjutnya, isi putusan atas gugatan itu wajib diberitahukan dan disampaikan kepada para pihak oleh Pengadilan Niaga paling lama 14 hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan dan juga wajib dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten oleh Direktorat Jenderal HaKI.
Dalam hak Paten, selain melekat hak moral, juga melekat hak ekonomis. Karena Pasal 118 menentukan bahwa pemegang paten atau penerima lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pangadilan Niaga setempat terhadap siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan membuat, menggunakan, menjual, mengimport, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten, atau menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya. Gugatan ganti rugi tersebut hanya dapat diterima apabila produk atau proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan invensi yang telah diberi paten. Isi putusan Pengadilan Niaga tentang gugatan dimaksud disampaikan kepada Direktorat Jenderal HaKI paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal putusan diucapkan untuk dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.
Pasal 118 ini menunjukan suatu bukti bahwa hak paten itu merupakan hak kebendaan, karena terhadap orang lain yang tidak berhak, hak tersebut dapat dipertahankan, bahkan terhadap siapapun juga. Salah satu ciri hak kebendaan, bahkan hak itu terus mengikuti di mana pun benda (immateriil)-nya berada (asas droit de suite) (Saidin, 1995: 212).
Mengenai pembuktian terbalik dalam kaitan dengan penanganan sengketa paten proses, Pasal 119 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan sebagai berikut:
(1) Dalam hal pemeriksaan gugatan terhadap paten proses, kewajiban pembuktian bahwa suatu produk tidak dihasilkan dengan menggunakan paten-proses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dibebankan kepada pihak tergugat apabila:
a)     Produk yang dihasilkan melalui paten-proses tersebut merupakan produk baru;
b)     Produk tersebut diduga merupakan hasil dari paten-proses dan sekalipun telah dilakukan upaya pembuktian yang cukup untuk itu, pemegang paten tetap tidak dapat menentukan proses apa yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut.
(2) Untuk kepentingan pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengadilan berwenang:
a)     Memerintahkan kepada pemegang paten untuk terlebih dahulu menyampaikan salinan sertifikat paten bagi proses yang bersangkutan dan bukti awal yang menjadi dasar gugatannya;dan
b)     Memerintahkan kepada pihak tergugat untuk membuktikan bahwa produk yang dihasilkannya tidak menggunakan paten-proses tersebut.
Dari bunyi ketentuan Pasal 119 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 tersebut, dapat diketahui bahwa proses pemeriksaan gugatan terhadap paten proses dilakukan dengan menggunakan beban pembuktian terbalik. Penerapan beban pembuktian terbalik ini dilakukan mengingat sulitnya penanganan sengketa paten proses. Beban pembuktian terbalik akan digunakan bila produk yang dihasilkan melalui paten proses tersebut merupakan produk baru atau produk tersebut diduga merupakan hasil paten proses dan sekalipun telah dilakukan upaya pembuktian yang cukup, tetapi pemegang paten tidak dapat menentukan proses apa yang digunakan menghasilkan produk tersebut. Sekali beban pembuktian dalam proses pemeriksaan gugatan paten proses berada ditangan pihak tergugat, guna menjaga keseimbangan kepentingan yang wajar di antara para pihak, hakim tetap diberi kewenangan untuk memerintahkan kepada pemilik paten untuk terlebih dahulu menyampaikan bukti salinan sertifikat paten bagi proses yang bersangkutan serta bukti awal yang memperkuat dugaan itu

HUKUM MEREK

 PERMASALAHAN :
1.   Bagaimana budaya hukum pelaku ekonomi terhadap Hak Atas Merek ?
2.  Mengapa pemahaman dan interpretasi pelaku ekonomi terhadap pelanggaran Hak Atas Merek bervariasi ?
3.  Bagaimana regulasi Hak Atas Merek yang melindungi kepentingan Pemegang  Hak Atas Merek Terdaftar  ?
PENYELESAIAN :
  1. Budaya hukum pelaku ekonomi yaitu produsen dan konsumen terhadap Hak Atas Merek adalah bervariasi, karena pelaku ekonomi mempunyai budaya hukum sendiri. PT. Tossa Sakti Motor sebagai produsen kesadaran hukumnya tidak baik yaitu melakukan pelanggaran merek karena dipengaruhi oleh kepentingan yaitu ingin memperoleh keuntungan dengan cara mendompleng merek pihak lain yaitu Merek Honda (Supra X dan Krisma). Konsumen melakukan pelanggaran merek karena kondisi ekonomi lemah dan tingkat pendidikan yang rendah.
  2. Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh produsen maupun konsumen karena penafsiran terhadap Undang-Undang Merek yang berbeda dengan apa yang dharapkan oleh pembuat undang-undang. PT Tossa menafsirkan Merek adalah Kata yang ada di depan, sedang kata yang ada di belakang bukanlah merek. Seperti Honda Astrea Supra X dan Honda Karisma, mereknya adalah Honda. Bagi konsumen merek adalah kata yang mana siapa saja dapat menggunakannya. Sepeda motor apapun dapat dirubah mereknya sesuai dengan keingginannya. Merek yang bisa merupa kata, simbul dapat dipasang pada sepeda motor sescara bebas.
    1. UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek mempunyai makna bagi pelaku ekonomi baik produsen maupun konsumen dan bagi penegak hukum.
      1. Bagi produsen undang-undang merek merupakan alat perlindungan bagi mereknya. Karena apabila ada pelanggaran merek miliknya Undang-Undang Merek dapat dijadikan dasar dalam menuntut terhadap pihak yang melanggar.
      2. Bagi konsumen hukum merek menjadi pedoman untuk memilih merek yang sah karena menurut undang-undang merek, suatu merek adalah merek yang sah adalah merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek , yang pengaturannya terdapat dalam Undang-undang Merek
      3. Pelanggaran Hak Atas merek sering terjadi seperti pelanggaran Merek Honda   yang dilakukan oleh PT Tossa Sakti Motor. menunjukkan bahwa perlindungan Hak Atas Merek  belum seperti yang diharapkan. Maka perlu adanya regulasi  terhadap Undang-Undang Merek. Regulasinya segian pasal yang berhubungan dengan Hak Atas Merek terdaftar. Dengan regulasi diharapkan pemegang Hak Atas Merek pemegang merek lebih terlindungi kepentingannya.
C.  2.  Rekomendasi
Regulasi agar pemegang Hak Atas Merek terdaftar terlindungi haknya adalah sebagai berikut  :
  1. Karena Hak Atas Merek adalah hak ekslusif  yang diberikan negara kepemilikan hak atas merek tidak dibatasi dalam jangka waktu tertentu. Harusnya dalam jangka waktu yang panjang (seumur hidup).
  2. Hak atas merek diperoleh dengan cara mendaftarkan ke Kantor Departemen Hukum dan HAM, berarti menggunakan sistem Konstitutif. Penegakkan hukum yang tegas, dengan sanksi denda lebih tinggi akan dapat mencegah terjadinya pelanggaran merek.
  3. Dalam hal Lisensi kepada Pihak Ketiga. Dalam Pasal 45  UU No. 15 Tahun 2001, tentang merek disebutkan dalam perjanjian lisensi dapat ditentukan bahwa penerima Lisensi bisa memberi Lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga.penerima lisensi  tidak memberikan lisensi. Kepada pihak ketiga
  4. Dalam Gugatan. Gugatan Pelanggaran merek ditambah dengan gugatan dengan gugatan pemberhentian izin usaha
  5. Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian lewat jalur non hukum tidak mempunyai kekuatan hukum yang kuat.
  6. Ketentuan Pidana, dalam sanksi dendanya terlalu kecil dinaikkan lima kali lipat Denda yang tinggi dapat menjadi dasar berfikir terhadap pihak yang aka menggunakan merek.

BELAJAR MARI BELAJAR

Cara Mendeteksi Gejala dan Kerusakan Pada Komputer

Untuk mengenali gejala kerusakan pada komputer setidaknya dapat dikategorikan menjadi 2 bagian:
  • Kerusakan pada Hardware
  • Kerusakana pada Software
Untuk kasus kerusakan pada software anda dapat menginstall ulang driver pada hardware yang bersangkutan. Berikut ini adalah beberapa cara mengenali kerusakan pada komputer beserta gejala dan cara mengenalinya.
-

Cara Mengenali Kerusakan Pada Power Supply

Cara mengenali gejala kerusakan pada power supply
Gejala:
  1. Komputer tidak merespon pada saat tombol power dinyalakan.
  2. LED pada CPU tidak menyala.
  3. Kipas Fan pada powersupply (lihat pada bagian belakang) tidak berputar.
  4. Monitor tidak menyala.
Diagnosa:
Pastikan agar kabel power supply terhubung dengan baik ke socket motherboard dan tombol On/Off dalam keadaan On (tidak semua model Power supply ada tombol on/off). Jika semua dalam keadaan normal cobalah untuk mengganti kabel power yang terhubung langsung dengan listrik dengan kabel power komputer lain yang masih baik. Jika tetap tidak menyala maka anda dapat mengganti power supply baru.
Tambahan:
Jika kerusakan hanya terjadi pada power supply, maka komputer anda akan kembali menyala seperti sedia kala terkecuali terdapat kerusakan pada komponen lainnya seperti pada Motherboard, VGA card atau Memory RAM.

Cara Mengenali Kerusakan Pada Motherboard

Cara mengenali kerusakan pada motherboard
Gejala:
  1. Tidak ada gambar pada monitor ketika dinyalakan. (lampu LED berkedip)
  2. Lampu LED pada CPU menyala.
  3. Kipas Power Suppy dan processor tetap berputar.
  4. Tidak terdengar suara beep pada saat dinyalakan.
Diagnosa:
Lepaskan semua kabel yang terhubung dengan listrik seperti kabel power supply dan monitor. Kemudian bukalah casing CPU anda dan lepaskan kabel yang menghubungkan power supply dengan motherboard (core cable)  bawa ketempat terang dan perhatikan pada bagian Chip (IC), transistor, Elko, Bios CMOS dsb apakah terdapat tanda seperti kehitaman atau bercak keputihan? Umumnya kerusakan pada motherboard adalah terjadinya aus atau juga terbakarnya komponen-komponen kecil yang disebutkan diatas.

Cara Mengenali Kerusakan Pada Hard disk

Cara-Mendeteksi-Gejala-dan-Kerusakan-Pada-Komputer
Gejala:
  1. Sering muncul pesan error pada saat mengkopi file seperti bad sector dsb. (gejala awal)
  2. Pada saat booting terdapat pesan “disk error, disk failure” setelah itu terdapat pesan “Press F1 to Continue“. Bila menekan F1 berikutnya akan muncul pesan “Operating system not found
Diagnosa:
  1. Terdapat banyak sebab terjadinya bad sector seperti voltase yang tidak stabil yang menyebabkan putusnya aliran listrik secara tiba-tiba atau sesaat yang secara kebetulan terjadi pada saat komputer sedang membaca data/harddisk.Terdapat 2 jenis bad sector yaitu physical dan software. Anda dapat mencoba untuk mendiagnosa dengan menggunakan software terlebih dahulu seperti Bad Sector Remover, HDD Bad Sector Repair dsb.
  2. Untuk mendiagnosa kerusakan bad sector secara physical, periksa kabel power harddisk dan kabel data yang terhubung dengan hard disk secara langsung. Cobalah utuk mencabut dan mengencangkan kembali kabel tersebut dan ganti dengan kabel lain yang masih berfungsi baik. Bila tetap tidak menyala cobalah bawa harddisk anda ke ahli recovery data untuk menyelamatkan data anda sebelum membeli harddisk baru.
Gejala 2:
Pada saat dinyalakan muncul pesan “Operating system not found
Solusi:
Ada kemungkinan terjadi kerusakan pada operating system yang ada pakai. Biasanya terjadi file corrupt. Cobalah melakukan repair dengan menggunakan CD/DVD Windows anda atau menginstal ulang OS anda.

Cara Mengenali Kerusakan Pada VGA Card

Cara mengenali kerusakan pada VGA Card
Gejala:
  1. Gambar menunjukkan bayangan / warna warni yang mengganggu pemandangan (gejala awal)
  2. PC menyala tapi monitor tidak ada gambar (lampu LED berkedip)
Diagnosa:
Cobalah untuk menyalakan PC anda, lalu lepas kabel yang menghubungkan monitor dengan VGA anda. Umumnya kerusakan pada VGA dapat dikenali apabila monitor tidak menyala pada saat kabel terhubung dan akan menyala dengan tulisan “No Signal” pada saat kabel dilepaskan dari VGA.

Cara Mengenali Kerusakan Pada CD / DVD ROW & Floppy Disk

Cara mengenali kerusakan pada CD-DVD ROM
Diagnosa:
  1. Copy File selalu gagal ditengah (umumnya disebabkan oleh optik CD/DVD/Floppy yang melemah)
  2. Burning CD/DVD memakan waktu yang lebih lama atau gagal ditengah jalan (gejala awal)
  3. Tutup Cover CD/DVD ROM sulit terbuka.
  4. Dapat membaca CD/DVD tapi tidak dapat mengkopi atau mengakses isi CD/DVD. Biasannya komputer akan lama merespon bila file didalamnya diklik.
Solusi:
Periksa kekencangan kabel yang terhubung pada hardware CD/DVD.
Periksa pada BIOS, apakah hardware CD/DVD ROM terbaca disana.
Bila tutup cover CD/DVD ROM mulai sulit terbuka, maka terjadi kerusakan / aus pada roda karet yang menggerakkan tutup cover. Anda dapat menggunakan benda runcing seperti peniti untuk menusuk lubang kecil pada kanan bawah tutup cover untuk membukanya.

Cara Mengenali Problem Pada BIOS

Arti Bunyi pada BIOS
Umumnya problem pada BIOS dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti dari baterai yang sudah habis, motherboard atau oleh karena kegagalan update. Khusus untuk penyebab terakhir dapat menyebabkan PC tidak dapat mengakses BIOS sama sekali.
Solusi:
Terkadang dapat terjadi kegagalan pada proses update BIOS. Pada motherboard tertentu dapat melakukan backup pada BIOS sehingga dapat melakukan restore apabila terjadi error yang disebabkan oleh gagal update. Anda dapat mencabut baterai BIOS terlebih dahulu untuk mereset BIOS. Pada motherboard tipe tertentu tidak dapat melakukan restore BIOS sehingga anda perlu membawa motherboard anda ke vendor untuk memperbaikinya.
Gejala:
  1. Terdengan suara Beep beberapa kali dari hardware.
  2. Monitor tidak menampakkan gambar.
  3. Terdengar suara Beep pada hardware. Suara Beep pada BIOS memiliki arti yang berbeda-beda yang dapat menunjukkan pada bagian hardware mana problem berasal. Pembahasan lengkap mengenai cara mengenali bunyi Beep dan kerusakannya akan ditulis pada artikel berikutnya tentang BIOS. Pada beberapa bunyi beep yang dijelaskan dibawah ini dapat digunakan sebagai indikasi cara mengenali bagian kerusakan pada BIOS.
Diagnosa:

AMI BIOS

Beep 1x: Memori RAM tidak kencang atau rusak.
Beep 6x: Kode kerusakan Error Gate A20. Menunjukkan adanya problem pada keyboard.
Beep 8x: VGA Card tidak kencang atau rusak.
Beep 11x: Checksum Error. Coba ganti baterai BIOS dengan yang baru.

AWARD BIOS

Beep panjang 1x: Memori RAM tidak kencang atau rusak.
Beep 1x ,2x pendek : Adanya problem pada VGA CARD.
Beep 1x ,3x pendek : Adanya problem pada keyboard.
Beep berkepanjangan: Adanya problem pada Memori RAM.

Cara Mengenali Problem Pada Baterai CMOS

Gejala:
Muncul pesan CMOS Checksum Vailure / battery Low
Waktu / Jam pada Windows sering error atau kembali ke default setiap kali komputer dinyalakan.
Solusi:
Anda dapat mengganti baterai CMOS / BIOS pada motherboard untuk mengatasi masalah ini.

Cara Mengenali Problem Pada PC Yang Sering Hang / Lambat

Terdapat banyak hal yang menyebabkan PC menjadi sering Hang, baik secara hardware ataupun software. Problem hang yang disebabkan secara hardware dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya bad sector pada harddisk, kipas processor yang kotor (menyebabkan processor overheat dan melakukan restart otomatis), power supply yang mulai rusak, Memori RAM yang kotor, longgar atau mulai rusak dll. Sedangkan untuk memperbaiki problem hang yang disebabkan oleh software dapat anda baca pada tulisan sebelumnya tentang Trik Lengkap - Cara Mempercepat Windows XP Hingga 200% 
(sumber : http://www.ilmu-komputer.org/ )



PEDOMAN HIDUP

ARJUNA
Arjuna (Sanskerta: अर्जुन; Arjuna) adalah nama seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia dikenal sebagai sang Pandawa yang menawan parasnya dan lemah lembut budinya. Ia adalah putra Prabu Pandudewanata, raja di Hastinapura dengan Dewi Kunti atau Dewi Prita, yaitu putri Prabu Surasena, Raja Wangsa Yadawa di Mandura.
Arjuna merupakan teman dekat Kresna, yaitu awatara (penjelmaan) Batara Wisnu yang turun ke dunia demi menyelamatkan dunia dari kejahatan. Arjuna juga merupakan seorang yang sempat menyaksikan "wujud semesta Kresna" menjelang perang Bharatayuddha berlangsung. Ia juga menerima ajaran Bhagawadgita atau "Nyanyian Dewata", yaitu wejangan suci yang disampaikan oleh Kresna kepadanya sesaat sebelum perang Bharatayuddha berlangsung karena Arjuna mengalami keragu-raguan untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang Ksatria dimedan perang.

Arjuna dalam Bharatayuddha

Abimayu dan Arjuna
Abimanyu dan Arjuna. Lukisan dari Maharashtra, dibuat sekitar abad ke-19.
Dalam pertempuran di Kurukshetra, atau Bharatayuddha, Arjuna bertarung dengan para kesatria hebat dari pihak Korawa, dan tidak jarang ia membunuh mereka, termasuk panglima besar pihak Korawa yaitu Bisma. Di awal pertempuran, Arjuna masih dibayangi oleh kasih sayang Bisma sehingga ia masih segan untuk membunuhnya. Hal itu membuat Kresna marah berkali-kali, dan Arjuna berjanji bahwa kelak ia akan mengakhiri nyawa Bisma. Pada pertempuran di hari kesepuluh, Arjuna berhasil membunuh Bisma, dan usaha tersebut dilakukan atas bantuan dari Srikandi. Setelah Abimanyu putra Arjuna gugur pada hari ketiga belas, Arjuna bertarung dengan Jayadrata untuk membalas dendam atas kematian putranya. Pertarungan antara Arjuna dan Jayadrata diakhiri menjelang senja hari, dengan bantuan dari Kresna.
Pada pertempuran di hari ketujuh belas, Arjuna terlibat dalam duel sengit melawan Karna. Ketika panah Karna melesat menuju kepala Arjuna, Kresna menekan kereta Arjuna ke dalam tanah dengan kekuatan saktinya sehingga panah Karna meleset beberapa inci dari kepala Arjuna. Saat Arjuna menyerang Karna kembali, kereta Karna terperosok ke dalam lubang (karena sebuah kutukan). Karna turun untuk mengangkat kembali keretanya yang terperosok. Salya, kusir keretanya, menolak untuk membantunya. Karena mematuhi etika peperangan, Arjuna menghentikan penyerangannya bila kereta Karna belum berhasil diangkat. Pada saat itulah Kresna mengingatkan Arjuna atas kematian Abimanyu, yang terbunuh dalam keadaan tanpa senjata dan tanpa kereta. Dilanda oleh pergolakan batin, Arjuna melepaskan panah Rudra yang mematikan ke kepala Karna. Senjata itu memenggal kepala Karna.
Babruwahana bertarung dengan pasukan Arjuna. Lukisan dari Maharashtra, dibuat sekitar abad ke-19.

Kehidupan setelah Bharatayuddha

Tak lama setelah Bharatayuddha berakhir, Yudistira diangkat menjadi Raja Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Untuk menengakkan dharma di seluruh Bharatawarsha, sekaligus menaklukkan para raja kejam dengan pemerintahan tiran, maka Yudistira menyelenggarakan Aswamedha Yadnya. Upacara tersebut dilakukan dengan melepaskan seekor kuda dan kuda itu diikuti oleh Arjuna beserta para prajurit. Daerah yang dilalui oleh kuda tersebut menjadi wilayah Kerajaan Kuru. Ketika Arjuna sampai di Manipura, ia bertemu dengan Babruwahana, putra Arjuna yang tidak pernah melihat wajah ayahnya semenjak kecil. Babruwahana bertarung dengan Arjuna, dan berhasil membunuhnya. Ketika Babruwahana mengetahui hal yang sebenarnya, ia sangat menyesal. Atas bantuan Ulupi dari negeri Naga, Arjuna hidup kembali.
Tiga puluh enam tahun setelah Bharatayuddha berakhir, Dinasti Yadu musnah di Prabhasatirtha karena perang saudara. Kresna dan Baladewa, yang konon merupakan kesatria paling sakti dalam dinasti tersebut, ikut tewas namun tidak dalam waktu yang bersamaan. Setelah berita kehancuran itu disampaikan oleh Daruka, Arjuna datang ke kerajaan Dwaraka untuk menjemput para wanita dan anak-anak. Sesampainya di Dwaraka, Arjuna melihat bahwa kota gemerlap tersebut telah sepi. Basudewa yang masih hidup, tampak terkulai lemas dan kemudian wafat di mata Arjuna. Sesuai dengan amanat yang ditinggalkan Kresna, Arjuna mengajak para wanita dan anak-anak untuk mengungsi ke Kurukshetra. Dalam perjalanan, mereka diserang oleh segerombolan perampok. Arjuna berusaha untuk menghalau serbuan tersebut, namun kekuatannya menghilang pada saat ia sangat membutuhkannya. Dengan sedikit pengungsi dan sisa harta yang masih bisa diselamatkan, Arjuna menyebar mereka di wilayah Kurukshetra.
Setelah Arjuna berhasil menjalankan misinya untuk menyelamatkan sisa penghuni Dwaraka, ia pergi menemui Resi Byasa demi memperoleh petunjuk. Arjuna mengadu kepada Byasa bahwa kekuatannya menghilang pada saat ia sangat membutuhkannya. Byasa yang bijaksana sadar bahwa itu semua adalah takdir Yang Maha Kuasa. Byasa menyarankan bahwa sudah selayaknya para Pandawa meninggalkan kehidupan duniawi. Setelah mendapat nasihat dari Byasa, para Pandawa spakat untuk melakukan perjalanan suci menjelajahi Bharatawarsha.

Hak cipta

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b0/Copyright.svg/150px-Copyright.svg.png
Lambang hak cipta.
Hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).

 


 

 

Sejarah hak cipta di Indonesia

Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia[1]. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997[2].
 
 
 
 
 

Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta

Hak eksklusif

Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
  • membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
  • mengimpor dan mengekspor ciptaan,
  • menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
  • menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
  • menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun"[2].
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).

Hak ekonomi dan hak moral

Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan[2]. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.

Perkecualian dan batasan hak cipta

Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use atau fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri[2].

Hak cipta foto umumnya dipegang fotografer, namun foto potret seseorang (atau beberapa orang) dilarang disebarluaskan bila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret. UU Hak Cipta Indonesia secara khusus mengatur hak cipta atas potret dalam pasal 19–23.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan "yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum" (pasal 17)[2]. ketika orang mengambil hak cipta seseorang maka orang tersebut akan mendapat hukuman yang sesuai pada kejahatan yang di lakukan
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa). Di Amerika Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak peduli tanggalnya, berada dalam domain umum, yaitu tidak berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Dampak Pelangaran Hak Cipta
Adapun beberapa dampak dari hak cipta :
  • Menimbulkan sikap saling acuh antara pencipta dengan pembajak
  • merugikan baik secara materil dan imateril kepada pencipta
  • menimbulkan terjadinya penurunan minat dari masyarakat ke pada produk asli dan lebih memilih produk bajakan yg harganya jauh lebih murah dari produk aslinya

Pendaftaran hak cipta di Indonesia

Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran[2]. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan[1]. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]]. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
Jenis – Jenis pelanggaran hak cipta dan cara menangulangi pelanggaran hak cipta
Adapun beberapa jenis pelanggaran hak cipta antara lain:
  • Membajak
  • Mengkopi / menyalin ciptaan hak cipta
  • mengadaptasi ciptaan orang lain untuk dibuat hak cipta baru
  • dll
beberapa cara untuk menangulangi  pelanggaran hak cipta:
  • dibuatnya undang oleh pemerintah tentang hak cipta
  • dibentuknya Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran HKI oleh pemerintah yang pada pokoknya bertugas merumuskan kebijakan nasional penanggulangan pelanggaran HKI, menetapkan langkah-langkah nasional dalam menanggulangi pelanggaran HKI, serta melakukan koordinasi sosialisasi dan pendidikan di bidang HKI guna penanggulangan pelanggaran HKI.
  • dll

Contoh Kasus-kasus Pelanggaran Hak Cipta

Kasus  dalam  UU. HAKI
Beberapa kasus dibawah sudah didiskusikan dalam Perkuliahan MK HAKI Magister Hukum Bisnis UGM.walaupun masih banyak perdebatan panjang dan masih kontrofersial.
  1. PT. A sebuah perusahaan yang bergerak dibidang rekayasa genetika, berlangganan jurnal-jurnal asing dengan tujuan menyediakan fasilitas referensi kepada para penelitinya. Kebijakan PT. A tersebut berkaitan dengan research and depelopment (R&D)yang dilakukan oleh PT. A untuk memperoleh produk-produk yang unggul.
Salah  satu jurnal asing tersebut adalah science and technology yang diterbitkan oleh PT.B. PT. B adalah penerbit asing yang ada di Indonesia diwakili oleh agen penjualan khusus. Untuk mempermudah penggunaan referensi tersebut, para peneliti memperbanyak/ menggandakan artikel-artikel dsalam science dan tecknology tersebut dan membuat dokumentasi berdasarkan topik-topik tertentu. PT. B mengetahui perbanyakan yang dilakukan oleh para peneliti PT. A, dan PT. B berpendapat bahwa perbanyakan yang dilakukan oleh para peneliti PT. A telah melanggar hak cipta.



Permasalahan yg timbul dari kasus di atas:
Melakukan identifikasi dan analisis terhadap kasus diatas, untuk menjelaskan isu manakah dalam hak cipta yang merupakan isu utamakasus diatas yang dapat menjawab ada atau tidaknya pelanggaran hak cipta.

Jawaban :
Identifikasi dalam kasus di atas adalah,
      PT. A adalah perusahaan yang bergerak dibidang penyediaan referensi untuk para penelitinya untuk pengembangan pendidikan.
      PT. B adalah perusahaan yang memuat ilmu pengetahuan yang bisa dijadikan referensi ilmu pengetahuan.
      PT. B adalah perusahaan asing yang di Indonesia hanya diwakili oleh agen penjualan khusus.
Isu utama dalam kasus di atas adalah,
Penggandaan/ perbanyakan artikel-artikel dalam science and technology dyang diterbitkan PT. B oleh para peneliti PT. A untuk menghasilkan produk-produk unggul yang dalam melakukan penggandaan/ perbanyakan tersebut dengan dokumentasi pada topic-topik tertentu.
Analisa terhadap kasus diatas yang hubungannya dengan ada tidaknya pelanggaran hak cipta adalah, dalam kasus diatas menurut saya ada kemungkinan kasus diatas terjadi pelanggaran hak cipta, tapi juga bisa dimungkinkan tidak ada pelanggaran hak cipta. Dalam kasus ini cukup rumit, dimana penggandaan atau memperbanyak hak cipta untuk kepentingan komersial yaitu menghasilkan produk-produk unggul oleh PT. A adalah pelanggaran hak cipta, tapi apabila penggandaan atau memperbanyak dilakukan untuk kepentingan penelitian demi berkembangnya keilmuan menurut peraturan perundang-undangan di benarkan dengan cara memberikan catatan/ dokumentasi dari mana sumbernya. Penggandaan atau memperbanyak artikel-artikel diatas untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan memberikan catatan sumbernya serta hal itu tidak merugikan
pihak lain, maka tindakan dari para peneliti PT. A dapat dibenarkan oleh perundang-undangan. Hal ini bisa dilhat dalam pasal 15 huruf a UU. No 19 tahun 2002.
Tapi dari kedua pendapat tersebut menimbulkan celah hukum bagi pihak-pihak untuk melakukan interpretasi hukum demi kepentingannya sendiri. Pengacara dari Pihak PT A akan dengan mudah memberikan alasan hukum bahwa kliennya dalam posisi dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.Tapi pihak PT. B  akan merasa dirugikan  dengan apa yg dilakukan oleh PT. A, karena secara material sangat merugikan oleh apa yg dilakukan oleh PT. A. dan ini bisa dilihat dari apa yang dilakukan oleh PT. A untuk kepentingan produk-produk unggulan mereka yang ujung-ujungnya adalah kepentingan komersialisasi, kepentingan pendidikan yg berkedok kepentingan penelitian dan keilmuan. bisa dlihat dalam pasal 72 UU No.19 tahun 2002.

  1. PT. Hikayat Indah (PT.HI) menerbitkan buku  kumpulan cerita rakyat untuk anak-anak dalam bahasa Indonesia. Buku itu dijual secara luas di masyarakat. Setahun kemudian, PT. Dongeng Abadi (PT.DA) juga menerbitkan buku kumpulan serupa. Judul buku dan perwajahan PT.DA mirip dengan buku PT.HI, susunan cerita keduanya tidak sama, dan dalam buku PT.DA terdapat ilustrasi gambar sementara di buku terbitan PT .HI tidak ada. PT. HI tidak mendaftarkan ciptaannya ke Direktorat jenderal HKI. PT. HI berniat menggugat PT. DA dengan alasan PT. DA melanggar hak ciptanya.

Permasalahan :
      Menurut Anda apakah terjadi pelanggaran hak cipta dalam kasus di atas dan apa yang harus Anda perhatikan untuk menentukan ada atau tidaknya pelanggaran hak cipta dalam kasus di atas? Berikan analisis Anda.
      Jelaskan apakah fakta tidak didaftarkannya ciptaan PT. HI mempengaruhi posisi PT. HI tentang kepemilikan hak cipta dalam kasus di atas. Berikan analisis Anda.

Jawaban :
a.  Kasus diatas telah terjadi pelanggaran hak cipta. Hal ini dikarenakan adanya kemiripan hak cipta berupa judul buku dan perwajahan yang diterbitkan oleh PT. DA dengan yang diterbitkan oleh  PT. HI  dan sudah menimbulkan ketidak nyamanan oleh PT. HI sebagai penerbit buku lebih awal dengan judul dan perwajahan yg sama oleh oleh PT. DA.
Identifikasi adanya pelanggaran hak cipta adalah sebagai berikut,
1.  Menurut pasal 11 ayat 2 UU. No 19/ 2002, menyebutkan bahwa ciptaan yang telah diterbitkan hak ciptanya dipegang oleh penerbit. Artinya PT. HI memegang hak cipta atas buku  kumpulan cerita rakyat untuk anak-anak dalam bahasa Indonesia tersebut.
2.  Adanya   kesamaan  Judul buku  dan  perwajahan  buku  yang  diterbitkan oleh  PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI.
3.   Pelanggaran hak cipta  tidak harus terjadi  secara  keseluruhan  tetapi juga terjadi apabila ada kesamaan sebagian.
4.   Pelanggaran hak cipta berupa  kesamaan Judul buku dan perwajahan buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI. adalah kesamaan inti dari sebuah hak cipta.
5.   Adanya kesamaan Judul buku dan perwajahan  buku yang diterbitkan oleh PT.DA dengan yg diterbitkan oleh PT.HI. tanpa adanya komunikasi dan kontrak oleh pihak PT. DA kepada pihak PT. HI sebagai pemegang hak cipta buku yang  Judul buku dan perwajahan buku yang sama tersebut.
b.  Fakta tidak didaftarkannya ciptaan  PT. HI secara hukum tidak mempengaruhi posisi PT. HI tentang kepemilikan hak cipta. Karena hak cipta :
      1.  Perlindungan  hukum  hak cipta  dengan  secara otomatis  saat  ekspresi  terwujud atau lahir tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan sesuai pasal 2 ayat 1 UU No.19 Tahun 2002.
      2. Tanpa pendaftaran, pendaftara hanya sebagai  sarana  pembuktian kepemilikan sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 12 ayat 2 & 3 pasal 35 ayat 4 UU No.19 Tahun 2002.
      3.  Pembuktian  oleh  pengadilan  bisa dilakukan  dengan  proses  cetak  dan penggunakan awal oleh publik/ masyarakat. Dimana masyarakat sudah menikmati hasil hak cipta terbitan buku oleh PT. HI. Walaupun ini akan membutuhkan ekstra perjuangan oleh pihak PT. HI untuk memberikan pembuktian akan kepemilikan hak cipta dari buku terbitannya.



Hukum Paten
Perumusan Masalah :
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut:
1.   Bagaimana perlindungan hukum terhadap penemu di bidang teknologi di Indonesia?
2.   Bagaimana upaya hukum yang dapat ditempuh oleh penemu apabila terjadi pelanggaran terhadap penemuan di bidang teknologi?
3.   Bagaimana penyelesaiannya jika terjadi pelanggaran penemuan di bidang teknologi?

Penyelesaian masalah :
Setiap penemuan di bidang teknologi pada dasarnya dapat diberi paten. Untuk mendapatkan paten maka sebuah penemuan harus didaftarkan di Kantor Paten. Dengan telah didaftarkannya penemuan itu maka akan diberikan perlindungan hukum terhadap penemuan tersebut dari pelanggaran oleh orang lain yang tidak berhak. Namun tidak semua penemu mempunyai kesadaran untuk mendaftarkan penemuannya. Hal ini banyak disebabkan karena ketidaktahuan penemu bahwa dengan tidak didaftarkannya penemuannya, maka perlindungan hukum yang diberikan kepada penemuannya tidak bisa maksimal. Dalam arti bahwa terhadap orang yang melanggar penemuan tersebut tidak akan dapat diberikan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Karena ia dapat saja berkelit bahwa dia tidak tahu bahwa penemuan itu adalah milik orang lain, karena penemuan itu tidak mempunyai paten.
Setelah sebuah penemuan didaftarkan, maka kepada penemuan tersebut diberi nomor register paten yang dimuat di dalam Daftar Paten. Dengan telah didaftarkannya panemuan di dalam Daftar Paten ini maka kepada penemu diberikan perlindungan yang maksimal kepada penemu. Dalam arti apabila terjadi pelanggaran paten terhadap penemuan tersebut maka kepada pelakunya dapat diberikan sanksi yang tegas sebagaimana di atur di dalam UU No. 14 Th. 2001.
Pendaftaran paten menganut sistem konstitutif, artinya bahwa orang yang pertama kali mendaftarkan penemuan dianggap sebagai penemu (Prakoso, 2001: 45). Oleh karena itu kepada setiap penemu yang telah selesai penemuannya hendaknya sesegera mungkin mendaftarkan penemuannya. Hal ini untuk mengantisipasi adanya orang lain yang menyabotase penemuan itu dengan cara mendaftarkannya sebagai penemuan miliknya sendiri. Apabila hal ini terjadi maka untuk dapat mengembalikan paten penemuan itu kepada penemu yang sebenarnya, maka penemu yang sebenarnya harus dapat membuktikan bahwa penemuan itu memang benar-benar miliknya. Proses pembuktian ini sulit serta memakan waktu dan biaya. Untuk menghindari terjadinya hal semacam itu, maka penemu harus sesegera mungkin mendaftarkan penemuannya.
Di dalam praktek yang dianut secara luas oleh bangsa-bangsa di dunia hak paten diakui sebagai hak milik yang tidak berwujud. Sebagai suatu hak, sebagian atau seluruh hak paten dapat dialihkan kepada orang lain. Cara yang dapat ditempuh untuk mengalihkan paten adalah melalui pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian atau cara lain yang dibenarkan oleh undang-undang (Pasal 66 ayat (1) UU No. 14 Th. 2001).
Cara pengalihan paten melalui perjanjian lazim dikenal dengan lisensi. Lisensi adalah (Djumhana dan Djubaedillah, 2002: 25):
“Pengalihan seluruhnya atau sebagian hak penemu yang berupa hak untuk membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten dan juga menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya.”
Tindakan-tindakan “…….membuat, menjual, mengimpor, menyewakan,……”disebut sebagai tindakan melaksanakan penemuan. Setiap orang yang ingin melaksanakan penemuan sebelumnya harus mendapat izin terlebih dahulu dari penemu yang memegang paten penemuan itu. Jika seseorang telah melaksanakan penemuan tanpa meminta izin terlebih dahulu dari penemu atau pemegang paten, maka dikatakan bahwa orang itu telah melakukan pelanggaran paten. Terhadap orang yang melakukan pelanggaran paten ini dapat dikenai hukuman sebagaimana diatur di dalam UU No. 14 Th. 2001 .
Perlindungan hukum terhadap invensi yang dipatenkan diberikan untuk masa jangka waktu tertentu. Selama masa jangka waktu tertentu, penemunya dapat dilaksanakan sendiri Invensinya atau menyerahkan kepada orang lain untuk melaksanakan, baru setelah itu Invensi yang dipatenkan tersebut berubah menjadi milik umum atau berfungsi sosial. Masa jangka waktu perlindungan hukum terhadap paten ini dicantumkan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 yang menyatakan, bahwa paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang. Berbeda dengan ketentuan yang lama, masa jangka waktu perlindungan hukum paten selama 14 (empat belas) tahun terhitung sejak penerimaan permintaan paten dan dapat diperpanjang lagi satu kali untuk masa jangka waktu selama 2 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 43 Undang-Undang Paten Nomor 7 Tahun 1989.
Perhitungan masa jangka waktu perlindungan hukum terhadap paten tersebut, dimulai sejak tanggal penerimaan. Sejak tanggal penerimaan paten inilah dilakukan perhitungan perlindungan paten tersebut harus dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten. Kewajiban ini menyatakan, bahwa: tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dan diumumkan. Dalam ayat ini dan dalam ketentuan-ketentuan selanjutnya dalam undang-undang ini adalah dicatat dalam Daftar Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten. Di negara-negara yang sudah maju ekonominya umumnya paten diberikan untuk jangka waktu antara 15 tahun.
Dengan adanya batas waktu tertentu dari perlindungan hukum yang diberikan kepada paten penemuan, maka setelah berakhirnya jangka waktu tersebut, maka penemuan tersebut menjadi milik umum. Dalam arti bahwa setelah selesainya jangka waktu perlindungan yang diberikan, maka setiap orang berhak untuk melaksanakan penemuan itu tanpa harus meminta lisensi terlebih dahulu dari penemu atau pemegang paten.
Dalam Undang-undang Paten yang baru ini, penyelesaian sengketa paten dapat dilakukan melalui proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan, di samping proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Proses pengadilan dalam menyelesaikan suatu sengketa pada umumnya akan memakan waktu yang lama dan biaya yang besar. Mengingat sengketa paten berkaitan erat dengan masalah perekonomian dan perdagangan yang harus tetap berjalan, penyelesaian sengketa paten dapat dilakukan melalui Arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa, selain relatif lebih cepat, biayanya pun lebih ringan. Demikian pula dalam Undang-undang Paten yang baru ini, penyelesaian perdata di bidang paten tidak dilakukan di Pengadilan Negeri, tetapi dilakukan di Pengadilan Niaga.
Jika pemegang paten atau penerima lisensi mendapati invensi yang dimilikinya diberikan atau digunakan orang lain yang tidak berhak, dapat menggugat hal tersebut ke Pengadilan Niaga sebagaimana diatur dalam Pasal 117 sampai dengan Pasal 124 Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001.
(1)        Jika suatu Paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak berdasarkan Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, pihak yang berhak atas Paten tersebut dapat menggugat kepada Pengadilan Niaga.
(2)        Hak menggugat sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) berlaku surut sejak Tanggal Penerimaan.
(3)        Pemberitahuan isi putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada para pihak oleh Pengadilan Niaga paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan.
(4)        Isi putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat dan diumumkan oleh Direktorat Jenderal.
Dari pasal 117 ini, seseorang yang berhak atas paten berdasarkan Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, tetapi diberikan kepada pihak lain yang tidak berhak, pihak yang merasa berhak dapat menggugat orang lain yang telah diberikan paten tersebut ke Pengadilan Niaga. Selanjutnya, isi putusan atas gugatan itu wajib diberitahukan dan disampaikan kepada para pihak oleh Pengadilan Niaga paling lama 14 hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan dan juga wajib dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten oleh Direktorat Jenderal HaKI.
Dalam hak Paten, selain melekat hak moral, juga melekat hak ekonomis. Karena Pasal 118 menentukan bahwa pemegang paten atau penerima lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pangadilan Niaga setempat terhadap siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan membuat, menggunakan, menjual, mengimport, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten, atau menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya. Gugatan ganti rugi tersebut hanya dapat diterima apabila produk atau proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan invensi yang telah diberi paten. Isi putusan Pengadilan Niaga tentang gugatan dimaksud disampaikan kepada Direktorat Jenderal HaKI paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal putusan diucapkan untuk dicatat dalam Daftar Umum Paten dan diumumkan dalam Berita Resmi Paten.
Pasal 118 ini menunjukan suatu bukti bahwa hak paten itu merupakan hak kebendaan, karena terhadap orang lain yang tidak berhak, hak tersebut dapat dipertahankan, bahkan terhadap siapapun juga. Salah satu ciri hak kebendaan, bahkan hak itu terus mengikuti di mana pun benda (immateriil)-nya berada (asas droit de suite) (Saidin, 1995: 212).
Mengenai pembuktian terbalik dalam kaitan dengan penanganan sengketa paten proses, Pasal 119 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan sebagai berikut:
(1) Dalam hal pemeriksaan gugatan terhadap paten proses, kewajiban pembuktian bahwa suatu produk tidak dihasilkan dengan menggunakan paten-proses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dibebankan kepada pihak tergugat apabila:
a)     Produk yang dihasilkan melalui paten-proses tersebut merupakan produk baru;
b)     Produk tersebut diduga merupakan hasil dari paten-proses dan sekalipun telah dilakukan upaya pembuktian yang cukup untuk itu, pemegang paten tetap tidak dapat menentukan proses apa yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut.
(2) Untuk kepentingan pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengadilan berwenang:
a)     Memerintahkan kepada pemegang paten untuk terlebih dahulu menyampaikan salinan sertifikat paten bagi proses yang bersangkutan dan bukti awal yang menjadi dasar gugatannya;dan
b)     Memerintahkan kepada pihak tergugat untuk membuktikan bahwa produk yang dihasilkannya tidak menggunakan paten-proses tersebut.
Dari bunyi ketentuan Pasal 119 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001 tersebut, dapat diketahui bahwa proses pemeriksaan gugatan terhadap paten proses dilakukan dengan menggunakan beban pembuktian terbalik. Penerapan beban pembuktian terbalik ini dilakukan mengingat sulitnya penanganan sengketa paten proses. Beban pembuktian terbalik akan digunakan bila produk yang dihasilkan melalui paten proses tersebut merupakan produk baru atau produk tersebut diduga merupakan hasil paten proses dan sekalipun telah dilakukan upaya pembuktian yang cukup, tetapi pemegang paten tidak dapat menentukan proses apa yang digunakan menghasilkan produk tersebut. Sekali beban pembuktian dalam proses pemeriksaan gugatan paten proses berada ditangan pihak tergugat, guna menjaga keseimbangan kepentingan yang wajar di antara para pihak, hakim tetap diberi kewenangan untuk memerintahkan kepada pemilik paten untuk terlebih dahulu menyampaikan bukti salinan sertifikat paten bagi proses yang bersangkutan serta bukti awal yang memperkuat dugaan itu

HUKUM MEREK

 PERMASALAHAN :
1.   Bagaimana budaya hukum pelaku ekonomi terhadap Hak Atas Merek ?
2.  Mengapa pemahaman dan interpretasi pelaku ekonomi terhadap pelanggaran Hak Atas Merek bervariasi ?
3.  Bagaimana regulasi Hak Atas Merek yang melindungi kepentingan Pemegang  Hak Atas Merek Terdaftar  ?
PENYELESAIAN :
  1. Budaya hukum pelaku ekonomi yaitu produsen dan konsumen terhadap Hak Atas Merek adalah bervariasi, karena pelaku ekonomi mempunyai budaya hukum sendiri. PT. Tossa Sakti Motor sebagai produsen kesadaran hukumnya tidak baik yaitu melakukan pelanggaran merek karena dipengaruhi oleh kepentingan yaitu ingin memperoleh keuntungan dengan cara mendompleng merek pihak lain yaitu Merek Honda (Supra X dan Krisma). Konsumen melakukan pelanggaran merek karena kondisi ekonomi lemah dan tingkat pendidikan yang rendah.
  2. Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh produsen maupun konsumen karena penafsiran terhadap Undang-Undang Merek yang berbeda dengan apa yang dharapkan oleh pembuat undang-undang. PT Tossa menafsirkan Merek adalah Kata yang ada di depan, sedang kata yang ada di belakang bukanlah merek. Seperti Honda Astrea Supra X dan Honda Karisma, mereknya adalah Honda. Bagi konsumen merek adalah kata yang mana siapa saja dapat menggunakannya. Sepeda motor apapun dapat dirubah mereknya sesuai dengan keingginannya. Merek yang bisa merupa kata, simbul dapat dipasang pada sepeda motor sescara bebas.
    1. UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek mempunyai makna bagi pelaku ekonomi baik produsen maupun konsumen dan bagi penegak hukum.
      1. Bagi produsen undang-undang merek merupakan alat perlindungan bagi mereknya. Karena apabila ada pelanggaran merek miliknya Undang-Undang Merek dapat dijadikan dasar dalam menuntut terhadap pihak yang melanggar.
      2. Bagi konsumen hukum merek menjadi pedoman untuk memilih merek yang sah karena menurut undang-undang merek, suatu merek adalah merek yang sah adalah merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek , yang pengaturannya terdapat dalam Undang-undang Merek
      3. Pelanggaran Hak Atas merek sering terjadi seperti pelanggaran Merek Honda   yang dilakukan oleh PT Tossa Sakti Motor. menunjukkan bahwa perlindungan Hak Atas Merek  belum seperti yang diharapkan. Maka perlu adanya regulasi  terhadap Undang-Undang Merek. Regulasinya segian pasal yang berhubungan dengan Hak Atas Merek terdaftar. Dengan regulasi diharapkan pemegang Hak Atas Merek pemegang merek lebih terlindungi kepentingannya.
C.  2.  Rekomendasi
Regulasi agar pemegang Hak Atas Merek terdaftar terlindungi haknya adalah sebagai berikut  :
  1. Karena Hak Atas Merek adalah hak ekslusif  yang diberikan negara kepemilikan hak atas merek tidak dibatasi dalam jangka waktu tertentu. Harusnya dalam jangka waktu yang panjang (seumur hidup).
  2. Hak atas merek diperoleh dengan cara mendaftarkan ke Kantor Departemen Hukum dan HAM, berarti menggunakan sistem Konstitutif. Penegakkan hukum yang tegas, dengan sanksi denda lebih tinggi akan dapat mencegah terjadinya pelanggaran merek.
  3. Dalam hal Lisensi kepada Pihak Ketiga. Dalam Pasal 45  UU No. 15 Tahun 2001, tentang merek disebutkan dalam perjanjian lisensi dapat ditentukan bahwa penerima Lisensi bisa memberi Lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga.penerima lisensi  tidak memberikan lisensi. Kepada pihak ketiga
  4. Dalam Gugatan. Gugatan Pelanggaran merek ditambah dengan gugatan dengan gugatan pemberhentian izin usaha
  5. Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian lewat jalur non hukum tidak mempunyai kekuatan hukum yang kuat.
  6. Ketentuan Pidana, dalam sanksi dendanya terlalu kecil dinaikkan lima kali lipat Denda yang tinggi dapat menjadi dasar berfikir terhadap pihak yang aka menggunakan merek.